Living Book Favorit

Ngomong-ngomong soal buku favorit, buku favorit saya dari masa ke masa mengalami perubahan. Berganti waktu, semakin bertambah buku yang saya baca, bergeserlah kategori buku favorit itu dulu dan sekarang.

Untuk saat ini, buku favorit yang pernah saya baca adalah buku berjudul Rumah Kecil di Rimba Besar. Sebenarnya buku ini berseri ya. Serialnya dikenal dengan Rumah Kecil Seri Laura (karena ada buku Rumah Kecil dengan seri lain yaitu seri Caroline). Dan sebenarnya buku-buku seri Laura ini semua saya suka banget. Namun kesan saya begitu mendalam dengan buku Rumah Kecil di Rimba Besar ini. Mungkin karena inilah awal perkenalanku dengan serial ini, dan memberikan kesan bahwa ini buku 'gue banget'. Saya memang sangat menyukai buku-buku dengan latar tahun 1800an akhir atau 1900an awal. Terlebih bila kisah itu berdasarkan pengalaman nyata, walaupun dibumbui dengan kisah-kisah fiktif juga.

Review bukunya kurang lebih seperti ini

***
Cerita di buku ini berlatar tahun 1870an. Menceritakan masa kecil penulis yaitu Laura Ingalls yang hidup di tengah hutan yg disebut Rimba Besar. Bersama keluarganya yang beranggotakan 5orang, tinggal di sebuah rumah kecil yang terbuat dari susunan balok kayu. Tidak ada rumah lain di sekitar. Jarak dengan kota terdekat cukup jauh dan harus melewati hutan yang dihuni berbagai binatang buas seperti beruang, macan kumbang, serigala.

Mengingat jauhnya dari peradaban, mereka harus mampu menyediakan segala sesuatu sendiri untuk bertahan hidup. Ayah Laura (dipanggil Pa) adalah seorang pekerja keras, yang menguasai berbagai keterampilan hidup seperti berburu, berladang gandum, beternak, membuat daging asap,  mengasinkan ikan dan daging, menguliti hewan, membuat peluru, dll. Sedangkan ibu Laura (dipanggil Ma) terampil membuat kue, membuat mentega, membuat keju, memerah susu sapi, menanam sayur, menjahit baju dengan tangan, merajut, membuat topi jerami, dll. Laura dan Mary kakaknya selalu membantu pekerjaan ibunya dengan senang hati.
.
Meskipun setiap harinya lelah bekerja keras, namun saat malam tiba, Pa selalu menyempatkan untuk menceritakan dongeng, atau memainkan biolanya untuk keluarganya. Disinilah kehangatan itu terbangun. Melalui cerita, Pa sering menasehati Laura dan Mary dengan lembut. Meskipun ketika 'nakal'nya sudah keterlaluan Laura pernah dicambuk jg oleh ayahnya.
.
Ketika musim dingin hampir tiba, mereka sibuk mengumpulkan persediaan makanan untuk musim dingin. Binatang hasil buruan diasap dan diasinkan, susu diolah menjadi keju dan mentega, hasil ladang disimpan dalam tong-tong makanan. Bila musim dingin tiba, mereka tidak bekerja. Di dalam rumah, menjahit, merajut, membuat kue, bermain biola. Ketika musim dingin berlalu, Pa pergi ke kota untuk menjual kulit-kulit binatang buruan kemudian dibelanjakan keperluan sehari-hari serta kain-kain untuk dibuat baju.


                                     ***

Khas living books, buku ini membawa banyak pesan moral seperti kerja keras, sopan santun, ketekunan, kasih sayang, tolong menolong tanpa menggurui pembaca.

O, dari tadi saya menyebut-nyebut Living books, apa sih living books itu? Living books bisa dibilang adalah icon dari metode pendidikan Charlotte Mason.

Di dalam living books ada ide-ide berharga yg menggerakkan anak untuk mengingat, merenungkan, atau memvisualisasikannya. Ide-ide yang masih akan mengeram dalam benaknya lama setelah ia selesai membaca buku itu. Ide-ide yang menggugah, membangun kepribadian anak secara positif, dituturkan dalam bahasa yang indah & biasanya naratif. Jika disertai ilustrasi, maka ilustrasi itu pun dikerjakan secara sungguh-sungguh. Buku-buku seperti ini ditulis oleh pengarang berdedikasi yang kompeten pada bidangnya dan menulis dengan jiwanya. Dia bicara tentang nilai, menyajikan sikap moral, tapi tanpa menggurui yang cerewet. Alih-alih mendikte pemahaman pembaca, living books memberikan ruang bagi mereka utk membuat penafsiran sendiri. Buku anak yang tergolong living books ditulis dengan asumsi bahwa anak itu cerdas. Penulisnya tidak pernah meremehkan si pembaca cilik dengan hanya memakai kata-kata mudah, kalimat-kalimat yang sesederhana mungkin. Tak heran, meskipun ditulis untuk anak, pembaca dewasa tetap ikut terpikat. (Ellen Kristi, 2016 :87)


Dan benar saja, walaupun ini buku anak-anak, saya pun terpikat. Selalu membuat tak sabar untuk membaca seri lanjutannya. Beruntung buku ini diterjemahkan dengan baik, jadi saya tidak bingung dan menikmati. Karena, bisa jadi sebuah living books, ketika diterjemahkan kurang baik maka tidak bisa dikatakan living books lagi. Karena living books juga berkaitan dengan tata bahasa yang indah.

Komentar

Postingan Populer